KARAKTERISTIK, PENERAPAN, DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HASIL PERTANIAN DI INDONESIA

Oleh: Suprapto

Proses  transformasi  dari  agraris  ke  industri  suatu  negara  tampaknya  harus  melalui  masa  peralihan   yang  gradual.  Peralihan  yang  bersifat  terobosan  (loncatan)  tanpa  melalui  urutan   yang  benar  seperti  dialami  pada  masa   orde  baru,  hasilnya  kurang dapat menjamin  keberhasilan. Urutan  transformasi  yang benar sebelum  memasuki  industrialisasi  telah  terbukti  keberhasilannya,  seperti  yang  telah  dilakukan  oleh  negara-negara  yang  kini  adalah  negara kaya, yaitu negara Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara  Eropa.

Urutan  transformasi  yang  benar  adalah  dari  mayoritas  penduduk  yang  mula-mula berkecimpung dalam kegiatan pertanian menghasilkan barang primer,  selanjutnya berkembang  ke kegiatan agroindustri untuk mengolah hasil pertanian  yang  dapat  memperpanjang  daya  simpan  komoditas  terutama  untuk  keperluan ekspor. Hasil yang dicapai  dari kegiatan agroindustri berupa tabungan masyarakat serta devisa yang cukup besar yang dapat membiayai  langkah selanjutnya yakni menuju masyarakat  industri. Urutan  itu diikuti secara   konsisten  juga oleh negara Malaysia, Thailand,  dan  yang paling  kelihatan perkembangannya   adalah China.

China  dengan  tahapan  rencana  pembangunan  lima  tahunannya   telah memprogram  urutan  itu  tanpa  terpengaruh  oleh  imingan  apapun  dari  luar. Malaysia yang mula-mula mengandalkan perkebunan karetnya, sebagai penghasil devisa  telah  mengembangkan  agroindustri  dari  komoditas  karet  sehingga  ia mampu  mengekspor  karetnya   dalam  bentuk  barang  jadi  karet,  kemudian   ia mendiversifikasi  karetnya   dengan  kelapa  sawit  yang  mempunyai  potensi  lebih besar untuk  dikembangkan  dalam kegiatan agro industri. Thailand   telah berhasil mengembangkan  berbagai  komoditas  pertanian  sekaligus  pengembangan agroindustrinya melalui  jasa penelitian yang tangguh.

Pengembangan  agroindustri   memang  diperlukan  suatu  kesabaran  yang tinggi. Apalagi  bahwa   dunia pertanian  dicirikan oleh   kondisi petani  yang  selalu berada  pada  tingkatan  yang  rendah  baik  dari  pendidikannya,   ketrampilannya,  luas areal  yang dimiliki dan posisinya dalam pemasaran hasil.

PENGERTIAN AGROINDUSTRI

Agroindustri  berasal  dari  dua  kata  agricultural  dan  industry  yang  berarti suatu  industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau  suatu  industri  yang  menghasilkan  suatu  produk  yang  digunakan  sebagai sarana  atau  input  dalam  usaha  pertanian.

Definisi  agroindustri  dapat  dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang,  dan  menyediakan  peralatan  serta  jasa  untuk  kegiatan  tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian. Apabila  dilihat  dari  sistem  agribisnis,  agroindustri  merupakan  bagian (subsistem)  agribisnis  yang  memproses  dan  mentranformasikan  bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi  yang  langsung  dapat  dikonsumsi  dan  barang  atau  bahan  hasil  produksi industri  yang  digunakan  dalam  proses  produksi  seperti  traktor,  pupuk,  pestisida, mesin pertanian dan lain-lain.

Dari  batasan  diatas,  agroindustri  merupakan  sub  sektor  yang  luas  yang meliputi  industri  hulu  sektor  pertanian  sampai  dengan  industri  hilir.  Industri  hulu adalah  industri  yang  memproduksi  alat-alat  dan  mesin  pertanian  serta  industri sarana  produksi  yang  digunakan  dalam  proses  budidaya  pertanian.  Sedangkan industri  hilir  merupakan  industri  yang  mengolah  hasil  pertanian  menjadi  bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau merupakan industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.

Dalam  kerangka  pembangunan  pertanian,  agroindustri  merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga  peranan  agroindustri  akan  semakin  besar.  Dengan  kata  lain,  dalam upaya  mewujudkan  sektor  pertanian  yang  tangguh,  maju  dan  efisien  sehingga mampu  menjadi  leading  sector  dalam  pembangunan  nasional,  harus  ditunjang melalui  pengembangan  agroindustri,  menuju  agroindustri  yang  tangguh,  maju serta efisien.

Strategi  pengembangan  agroindustri  yang  dapat  ditempuh  harus disesuaikan  dengan  karakteristik  dan  permasalahan  agroindustri  yang bersangkutan. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ogroindustri  adalah:  (a)  sifat  produk  pertanian  yang  mudah  rusak  dan  bulky sehingga  diperlukan  teknologi  pengemasan  dan  transportasi  yang  mampu mengatasi  masalah  tersebut;  (b)  sebagian  besar  produk  pertanian  bersifat musiman  dan  sangat  dipengaruhi  oleh  kondisi  iklim  sehingga  aspek  kontinuitas produksi  agroindustri  menjadi  tidak  terjamin;  (c)  kualitas  produk  pertanian  dan agroindustri  yang  dihasilkan  pada  umumnya masih  rendah  sehingga mengalami kesulitan  dalam  persaingan  pasar  baik  didalam  negeri  maupun  di  pasar internasional; dan (d) sebagian besar industri berskala kecil dengan teknologi yang rendah.

Efek multiplier  yang  ditimbulkan  dari  pengembangan  agroindustri meliputi semua  industri  dari  hulu  sampai  pada  industri  hilir.  Hal  ini  disebabkan  karena karakteristik  dari  agroindustri  yang  memiliki  kelebihan  dibandingkan  dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dengan industri hulunya maupun  ke  industri  hilir,  (b) menggunakan  sumberdaya  alam  yang  ada dan dapat diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik  di  pasar  internasional  maupun  di  pasar  domestik,  (d)  dapat  menampung tenaga kerja dalam  jumlah besar,  (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup  elastis  sehingga  dapat  meningkatkan  pendapatan  masyarakat  yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik.

Jadi, secara garis besar agroindustri dapat digolongkan menjadi 4  (empat) yang  meliputi:  pertama,  agroindustri  pengolahan  hasil  pertanian;  kedua, agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian; ketiga, agroindustri input  pertanian  (pupuk,  pestisida,  herbisida  dan  lain-lain)  dan  keempet, agroindustri jasa sektor pertanian (supporting services).

 

AGROINDUSTRI  HASIL  PERTANIAN

Agroindustri  pengolahan  hasil  pertanian  merupakan  bagian  dari  agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan.  Pengolahan  yang  dimaksud  meliputi  pengolahan  berupa  proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan,  dan  distribusi.  Pengolahan  dapat  berupa  pengolahan  sederhana seperti  pembersihan,  pemilihan  (grading),  pengepakan  atau  dapat  pula  berupa pegolahan  yang  lebih  canggih,  seperti  penggilingan  (milling),  penepungan (powdering),  ekstraksi  dan  penyulingan  (extraction),  penggorengan  (roasting), pemintalan  (spinning),  pengalengan  (canning)  dan  proses  pabrikasi  lainnya.

Dengan  perkataan  lain,  pengolahan  adalah  suatu  operasi  atau  rentetan  operasi  terhadap  terhadap  suatu  bahan  mentah  untuk  dirubah  bentuknya  dan  atau komposisinya. Dari definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri pengolahan hasil pertanian berada diantara petani yang memproduksi dengan konsumen atau pengguna  hasil  agroindustri.  Dengan  demikian  dari  uraian  diatas  menunjukan bahwa  Agroindustri  pengolahan  hasil  pertanian,  mempunyai  ciri-ciri  sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat  dipasarkan  atau digunakan  atau  dimakan,  (c) meningkatkan daya  saing,  dan  (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Menurut  Austin  (1992),  agroindustri  hasil  pertanian  mampu  memberikan sumbangan  yang  sangat  nyata  bagi  pembangunan  di  kebanyakan  negara berkembang karena empat alasan, yaitu:

Pertama,  agroindustri  hasil  pertanian  adalah  pintu  untuk  sektor  pertanian. Agroindustri   melakukan  transformasi  bahan  mentah  dari  pertanian  termasuk transformasi  produk  subsisten menjadi  produk  akhir  untuk  konsumen.  Ini  berarti bahwa  suatu  negara  tidak  dapat  sepenuhnya  menggunakan  sumber  daya agronomis  tanpa  pengembangan  agroindustri.  Disatu  sisi,  permintaan  terhadap jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian.

Di  sisi  lain,  agroindustri  tidak  hanya  bersifat  reaktif  tetapi  juga  menimbulkan permintaan ke belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian.  Akibat  dari  permintaan  ke  belakang  ini  adalah:  (a)  petani  terdorong untuk  mengadopsi  teknologi  baru  agar  produktivitas  meningkat,  (b)  akibat selanjutnya  produksi  pertanian  dan  pendapatan  petani  meningkat,  dan  (c) memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).

Kedua,  agroindustri  hasil  pertanian  sebagai  dasar  sektor  manufaktur. Transformasi  penting  lainnya  dalam  agroindustri  kemudian  terjadi  karena permintaan  terhadap  makanan  olahan  semakin  beragam  seiring  dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indicator penting lainnya tentang  pentingnya  agroindustri  dalam  sector  manufaktur  adalah  kemampuan menciptakan  kesempatan  kerja.  Di  Amerika  Serikat  misalnya,  sementara usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan kerja, agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja.

Ketiga,  agroindustri  pengolahan  hasil  pertanian  menghasilkan  komoditas ekspor  penting.  Produk  agroindustri,  termasuk  produk  dari  proses  sederhana seperti  pengeringan,  mendomonasi  ekspor  kebanyakan   negara  berkembang sehingga  menambah  perolehan  devisa.  Nilai  tambah  produk  agroindustri cenderung  lebih  tinggi dari nilai  tambah produk manufaktur  lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor. Keempat,  agroindustri  pangan  merupakan  sumber  penting  nutrisi.

Agroindustri  dapat  menghemat  biaya  dengan  mengurangi  kehilangan  produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan  juga dapat memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau pengolahan tersebut dirancang dengan baik.

KARAKTERISTIK AGROINDUSTRI

Sebelum  mengembangkan  agroindustri  pemilihan  jenis  agroindustri merupakan  keputusan  yang  paling  menentukan  keberhasilan  dan  keberlanjutan agroindustri  yang  akan  dikembangkan.  Pilihan  tersebut  ditentukan  oleh kemungkinan-kemungkinan  yang  akan  terjadi  pada  tiga  komponen  dasar agroindustri,  yaitu  pengadaan  bahan  baku,  pengolahan  dan  pemasaran.

Pemasaran  biasanya  merupakan  titik  awal  dalam  analisis  proyek  agroindustri. Analisis  pemasaran mengkaji  lingkungan  eksternal  atau  respon  terhadap  produk agroindustri  yang  akan  ditetapkan  dengan  melakukan  karakteristik  konsumen, pengaruh kebijaksanaan pemerintah dan pasar internasional.

Kelangsungan  agroindustri  ditentukan  pula  oleh  kemampuan  dalam pengadaan bahan baku. Tetapi pengadaan bahan baku jangan sampai merupakan isu  yang  dominan  sementara  pemasaran  dipandang  sebagai  isu  kedua,  karena baik  pemasaran  maupun  pengadaan  bahan  baku  secara  bersama  menentukan keberhasilan agroindustri. Tetapi karena pengkajian agronomi memerlukan waktu dan  sumberdaya  yang  cukup  banyak  maka  identifikasi  kebutuhan  pasar  sering dilakukan terlebih dahulu. Alasan lain adalah karena lahan dapat digunakan untuk berbagai  tanaman  atau  ternak,  sementara  pengkajian  pemasaran  dapat memilih berbagai alternatif tanaman atau ternak.

Karakteristik  agroindustri  yang  menonjol  sebenarnya  adalah  adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Agroindustri harus dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat keterkaitan sebagai berikut:

(a)  Keterkaitan mata rantai produksi, adalah keterkaitan antara tahapan-tahapan operasional mulai dari arus bahan baku pertanian sampai ke prosesing dan kemudian ke konsumen.

(b)  Keterkaitan kebijaksanaan makro-mikro, adalah keterkaitan berupa pengaruh kebijakan makro pemerintah terhadap kinerja agroindustri.

(c)  Keterkaitan  kelembagaan,  adalah hubungan antar  berbagai  jenis  organisasi yang beroperasi dan berinteraksi dengan mata rantai produksi agroindustri.

(d)  Keterkaitan  internasional,  adalah  kesaling  ketergantungan  antara  pasar nasional dan pasar internasional dimana agroindustri berfungsi.

Pengelolaan agroindustri dapat dikatakan unik, karena bahan bakunya yang berasal dari pertanian  (tanaman, hewan,  ikan) mempunyai  tiga karakteristik, yaitu musiman  (seasonality),  mudah  rusak  (perishabelity),  dan  beragam  (variability).

Tiga karakteristik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah: Pertama, karena komponen  biaya  bahan  baku  umumnya  merupakan  komponen  terbesar  dalam agroindustri maka operasi mendatangkan bahan baku sangat menentukan operasi perusahaan  agroindustri.  Ketidakpastian  produksi  pertanian  dapat menyebabkan ketidakstabilan  harga  bahan  baku  sehingga  merumitkan  pendanaan  dan pengelolaan  modal  kerja.  Kedua,  karena  banyak  produk-produk  agroindustri merupakan  kebutuhan  yang  harus  dipenuhi  atau merupakan  komoditas  penting bagi  perekonomian  suatu  negara  maka  perhatian  dan  keterlibatan  pemerintah dalam  kegiatan  agroindustri  sering  terlalu  tinggi.  Ketiga,  karena  suatu  produk agroindustri  mungkin  diproduksi  oleh  beberapa  negara  maka  agroindustrilokal terkait  ke  pasar  internasional  sebagai  pasar  alternatif  untuk  bahan  baku,  impor bersaing,  dan  peluang  ekspor.  Fluktuasi  harga  komoditas  yang  tinggi  di  pasar internasional memperbesar ketidakpastian finansial disisi input dan output.

Salah satu permasalahan yang timbul akibat sifat  karakteristik bahan bakuagroindustri  dari  pertanian  adalah  tidak  kontinyunya  pasokan  bahan  baku, sehingga  seringkali  terjadi  kesenjangan antara  ketersediaan bahan baku dengan produksi dalam kegiatan agroindustri (idle investment). Sebagai salah satu contoh pada  tahun 1986 dari 6  janis  kegiatan agroindustri  terjadi  idle  investment  sekitar 20–60  persen  dengan  urutan  agroindustri  adalah  marganire,  minyak  kelapa, makanan ternak, dan pengolahan ikan (Soekartawi, 1991).

TEKNIS PENGOLAHAN AGROINDUSTRI HASIL PERTANIAN

Pemahaman  tentang  komponen-komponen  pengolahan  memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah merubah  bahan  baku menjadi mudah  diangkut,  diterima  konsumen,  dan tahan lama.

Fungsi  pengolahan  harus  pula  dipahami  sebagai  kegiatan  strategis  yang menambah  nilai  dalam  mata  rantai  produksi  dan  menciptakan  keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran  ini  dicapai  dengan merancang  dan mengoperasikan kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk. Fungsi teknis  pengolahan  seharusnya   dipandang  dari  perspektif  strategis  tersebut.

Dengan  demikian  manfaat  agroindustri  adalah  merubah  bentuk  dari  satu  jenis produk menjadi bentuk  yang  lain  sesuai dengan  keinginan  konsumen,  terjadinya perubahan  fungsi  waktu,  yang  tadinya  komoditas  pertanian  yang  perishable menjadi  tahan   disimpan  lebih  lama,  dan meningkatkan  kualitas  dari  produk  itu sendiri, sehingga meningkatkan harga dan nilai tambah.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Soekartawi  (1991), bahwa agroindustri  dapat  meningkatkan  nilai  tambah,  meningkatkan  kualitas  hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan  produsen, dan meningkatkan pendapatan. Yang perlu diperhatikan adalah penyebaran marjin dari meningkatnya  nilai  tambah  tersebut  antar  mata  rantai  pemasaran.  Untuk  itu, diperlukan  kebijaksanaan  yang  dapat  menditribusikan  manfaat  dari  terjadinya peningkatan nilai tambah tersebut.

Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali. Beberapa contoh aktivitas pengolahan adalah penggilingan  (milling), penepungan (powdering),  ekstraksi  dan  penyulingan  (extraction),  penggorengan  (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi  lainnya.

Pada umumnya proses pengolahan  ini menggunakan  instalasi mesin atau pabrik  yang terintegrasi  mulai  dari  penanganan  input  atau  produk  pertanian  mentah  hingga bentuk  siap  konsumsi  berupa  barang  yang  telah  dikemas.  Klasifikasi  tahapan perubahan bentuk pada proses pengolahan  dan bentuk produk dalam agroindustri hasil pertanian adalah sebagai berikut:

Tabel 1.  Aktivitas  Pengolahan,  Bentuk  Produk,  dan  Tingkatan  Proses  Perubahan Bentuk dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian

LEVEL DARI PROSES PERUBAHAN BENTUK
I II III IV
Aktivitas pengolahan
Cleaning Ginning Cooking Chemical
Grading Milling Pateurization Altertion
  Cutting Canning Texturization
  Mixing Dehydration  
    Weaving  
    Extraction  
    assembly  
Aktivitas pengolahan
Frest fruits Cereal grains Dairy Products Instant foots
Frest vegetables Meats Fruits & Vegetable Textured veg
Eggs Animal Feeds Meats products
  Jute Sauces Tires
  Cotton Taxtiles and  
  Lumber Garments Oils  
  Rubber Furniture  
    Sugar  
    Beverages  

Sumber: Austin, 1981

 

PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HASIL PERTANIAN

Alternatif  teknologi  yang  tersedia  untuk  pengolahan  hasil-hasil  pertanian bervariasi  mulai  dari  teknologi  tradisional  yang  digunakan  oleh  industri  kecil (cottage industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri  besar.  Dengan  demikian  alternatif  teknologi  tersebut  bervariasi  dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang padat modal.

Teknologi  maju  dan  mesin-mesin  berkapasitas  besar  dapat  mengurangi biaya peubah (variable cost) seperti biaya tenaga kerja per unit output serta dapat memperkuat  kedudukan  perusahaan  di  pasar  produk  bersangkutan,  karena kualitas  outputnya  yang  tinggi,  standar  kualitasnya  yang  konsisten,  dan  volume produksinya  yang  besar  sehingga  dapat  menarik  pembeli  dengan  jumlah pembelian  besar.  Tetapi  tingkat  produksi  dan  teknologi  yang  tinggi  menuntut pengembangan prasarana, pengelolaan, dan tenaga kerja terampil. Disamping itu, karena  biaya  tetap  (fixed  cost)  yang  tinggi  maka  perusahaan  seperti  itu  harus memiliki  kepastian  penyediaan  bahan  baku  serta  kepastian  pasar  untuk  produk yang dihasilkan  dan  beroperasi mendekati  kapasitas  efektifnya agar  perusahaan tersebut berjalan sehat (viable).

Perlu diingat bahwa pilihan teknologi pada kebanyakan operasi pengolahan dapat dikelompokan ke dalam 2 kategori. Pertama, pilihan diantara berbagai jenis peralatan  dan  mesin-mesin  untuk  menyelesaikan  proses  yang  sama.  Kedua, pilihan  diantara  proses-proses  yang  menghasilkan  produk  akhir  yang  sama. Proses  agroindustri  tidak  hany  terdiri  dari  operasi  tunggal  tetapi  terdiri  dari beberapa  tahap  dengan  sistem-sistem  penunjang.  Masing-masing  sistem mempunyai  kendala  dan  alternatif  teknis.  Jenis  teknologi  yang  digunakan  untuk masing-masing  sistem  harus  ditetapkan  secara  terpisah,  tetapi  kemudian dirangkaikan  dalam  kontek  perusahaan  secara  keseluruhan.  Sebagai  contoh, pertanyaan  tentang  sumber  tenaga  yang  menjalankan  mesin  penggilingan; sedangkan  tingkat  tekanan  uap   yang  dirancang  untuk  mesin  penggilling  akan menentukan apakah motor-motor pada bagian pencucian digerakan   tenaga listrik atau tenaga uap.

Pada  tahap-tahap  produksi,  setiap  perusahaan  agroindustri  terdiri  dari komponen-komponen  fisik  sebagai  berikut:  (a)  penerimaan  dan  penyimpanan bahan  mentah,  (b)  pengkondisian   bahan  mentah,  (c)  pengolahan  utama (pemisahan,  pemusatan,  pencampuran,  dan  stabilitas),  (d)  pengemasan,  (e) penyimpanan  produk-produk  yang  dihasilkan,  dan  (f)  pengiriman  produk-produk yang dihasilkan.

Disamping  komponen-komponen  fisik  tersebut  diatas,  perusahaan agroindustri  memerlukan  sistem-sistem  penunjang  seperti  sumber  energi,  air, bahan-bahan,  perlakuan  dan  dan  pembuangan  limbah,  pemeliharaan  dan perbaikkan.  Kebanyakan  agroindustri  juga  mempunyai  sistem  penerimaan, penyimpanan,  dan  penyiapan  bahan-bahan   yang  diperlukan  dalam  pengolahan secara  terpisah,  dan  paling  sedikit  mempunyai  sistem  produk  sampingan  yang dilengkapi  dengan  tahap-tahap  pengolahan,  pengemasan,  penyimpanan,  dan distribusi.  Sistem  administrasi  dan  pengolahan  serta  perumahan  staf  juga diperlukan untuk menjamin operasi pabrik secara efisien.

Untuk  menemukan  teknologi  atau  paket  barang  modal  yang  tepat  untuk suatu perusahaan agroindustri, perusahaan tersebut harus memahami pasar yang dilayani  dan memahami  ketersediaan  bahan  baku.  Setelah menetapkan  produk yang diinginkan  serta  semua  semua parameter  dalam  sistem  penyediaan  bahan baku,  faktor-faktor yang berkaitan dengan  teknologi pengolahan atau  faktor-faktor yang berkaitan dengan persyaratan produk dan proses perlu diidentifikasi.

Dalam menyelidiki pilihan  teknologi, beberapa pertanyaan berikut  ini perlu mendapat jawaban: (a) sampai tingkat mana penggunaan kapasitas yang mungkin dan  bagaimana  pengaruhnya  terhadap  biaya  produksi,  (b)  secara  relatif, bagaimana  pentingnya  tenaga  kerja,  modal,  dan  faktor-faktor  produksi  lainnya dalam biaya setiap alternatif teknologi di lokasi yang direncanakan, (c) bagaimana setiap alternatif  teknologi mempengaruhi produksi dan  fleksibilitas pemasaran, (d) infrastruktur  apa  dan  pelayanan  pendukung  apa  yang  diperlukan  oleh  masing-masing alternatif teknologi, dan (e) apa  implikasi pengelolaan dari masing-masing teknologi  dan  faktor-faktor  sosial  ekonomi  apa  yang mempengaruhi  penyediaan bahan baku, pekerja dan pelanggan.

Pemilihan  teknologi  adalah  satu  keputusan  yang  sangat  penting  dalam pelaksanaan agroindustri. Austin  (1981) menunjukkan bahwa kriteria utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi diantaranya adalah:

(a). Kebutuhan kualitas (quality requirements). Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar terutama yang menyangkut kualitas. Karena preferensi konsumen sangat beragam, maka teknologi yang dipilihpun harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

(b). Kebutuhan pengolahan  (process  requirements). Sudah barang  tentu bahwa setiap  jenis  alat  pengolahan memiliki  kemampuan  tertentu  untuk mengolah suatu  bahan  baku  menjadi  berbagai  bentuk  produk.  Semakin  tinggikemampuan  suatu  alat  untuk  menghasilkan  berbagai  jenis  produk,  maka akan  semakin  kompleks  jenis  teknologinya  dan  akan  semakin  mahal investasinya.  Oleh  karena  itu,  pemilihan  teknologi   harus  memadukan pertimbangan antara kompleksitas teknologi dan biaya yang dibutuhkan.

(c). Penggunaan  kapasitas  (capacity  utilization).  Pemilihan  teknologi  harus disesuaikan  dengan  kapasitas  yang  akan  digunakan,  sedangkan  kapasitas yang  akan  digunakan  sangat  tergantung  dari  ketersediaan   dan  kontinuitas bahan baku (raw material).

(d). Kapasitas kemampuan manajemen (management capability). Biasanya suatu pengelolaan   akan berjalan baik pada  tahap awal karena besarnya kegiatan masih  berada  dalam  cakupan  pengelolaan  yang  optimal  (optimum management  size). Setelah besar, masalah biasanya mulai muncul dan hal itu menandakan bahwa skala usaha sudah melebihi kapasitas pengelolaan.

DAFTAR PUSTAKA

Austin,  J.E.  1981.  Agroindustrial  Project  Analysis.  EDI  Series  in  Economic Development. Washington, D.C. USA.

Azis,  A.  1992.  Siapa  dan  Bagaimana  Menggarap  Agroindustri.  Makalah  pada seminar Nasional Agroindustri III. Desember 1992. Yogyakarta.

Badan Agribisnis. 1997. Rencana Strategis Badan Agribisnis Repelita VII. Badan Agribisnis Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Baharsyah,  S.  1993.  Pendayagunaan  Sumberdaya Manusia,  IPTEK  dan  Faktor

Penunjang  lainnya  dalam  Pengembangan  Agroindustri.  Makalah  pada Lokakarya dan seminar Pengembangan Agroindustri. Jakarta.

Brown, J.G., Deloitte, Touche. 1994. Agroindustri Investment and Operations. The World Bank. Washington, D.C. USA.

Ditjen Perkebunan. 1999. Statistik Perkebunan, Berbagai Komoditas Perkebunan. Jakarta.

Gitinger,  J.P.  1982.  Economic  Analysis  of  Agricultural  Project.  John  Hopkin University Press. USA.

Hick, P.A. 1995. An Overview of Issues ang Strategies in The Development of food Processing  Industries  in  Asia  and  The  Pacific.  APO  Symposium,  28 September – 5 October 1993. Tokyo.

Jafar Hafsah, M. 2002. Bisnis Gula di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Kartasapoetra,  G.  1985.  Manajemen  Pertanian  (Agribisnis).  PT.  Bina  Aksara. Jakarta.

Lukmana, A. 1995. Peluang dan Tantangan Agroindustri dalam Menghadapi Era Globalisasi.  Makalah  Seminar  Sehari  tentang  Peluang  dan  Tantangan

Agroindustri dalam Menghadapi Era Globalisasi. Fateta IPB. Bogor.  Menteri  Pertanian.1998.  Model  Pengembangan  Agribisnis.  Makalah  Menteri

Pertanian RI dalam Rakor Ekuindag Wasbang. Juli 1998. Jakarta.

Saragih,  B.  2001.  Pertanian  Indonesia  dalam  Perjanjian  Pertanian  WTO.

Pertemuan  Pejabat  Tinggi  Jakarta  8 Oktober  2001.  Arah  dan  kebijakan Nasional  dalam  Rangka  Menghadapi  Perundingan  Perdagangan Internasional, Vol II.

Simatupang, P., E. Pasandaran,  F. Kasryno,  dan A.  Zulham.  1990. Agroindustri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian

Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Sinaga,  Rudolf.  1999.  Peluang  Perekonomian  Indonesia  melalui  Pemahaman

Konsep dan Peran Agribisnis di  Indonesia.  Jurnal Ekonomi Perusahaan, Volume  6  Nomor  2.  Nopember  1999.  Sekolah  Tinggi  Ilmu  Ekonomi. Jakarta.

Soekartawi. 1991. Agribisnis. Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Suprapto,  A.  1999.  Pengembangan  Agribisnis  Komoditas  Unggulan  dalam Memasuki  Pasar  Global.  Makalah  Disampaikan  dalam  Lokakarya Nasional dan Musyawarah Nasional V POPMASEPI di Medan. 16 Maret 1999. Medan.

 

One thought on “KARAKTERISTIK, PENERAPAN, DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HASIL PERTANIAN DI INDONESIA

Leave a comment